"Kasihan Ijazahmu", Coloteh Teman Saat Saya Bekerja Tidak Sesuai Jurusan

Seberapa banyak kita yang bekerja melenceng dari jurusan kuliah? Di sekitar pasti ada satu dua, mereka yang menggeluti dunia berbeda dengan jurusan di kampus.

Lantas, apakah itu salah?


Ngga lah...
Sepanjang tidak merugikan orang lain, tidak masalah.

Kita tidak berhak men-judge kalau seseorang mengambil keputusan salah karena bekerja menyimpang dari jurusan kuliahnya. Apalagi berasal dari lulusan kampus terkenal.

Setiap orang punya cita-cita, mimpi dan harapan berbeda. Tidak bisa disama-ratakan dan seharusnya tidak perlu dipermasalahkan.
Biarkan mereka mengejar mimpinya dengan segala usahanya.

Mendapat celotehan teman "kasihan ijazahmu"

Suatu hari saya chatting dengan teman kampus dulu, kebetulan kami beda jurusan. Tetapi lumayan sering ketemu di organisasi. Kami sama-sama lulusan satu universitas terkenal di Yogyakarta dan berasal dari luar pulau, lebih tepatnya Bali.

Dia sekarang bekerja di rumah sakit, sesuai dengan jurusan yang diambil saat kuliah.

Sedangkan saya, memilih jalan yang sama sekali berbeda dari jurusan yang diambil. Teknik mesin dipelajari, tetapi sekarang mengajar privat.



Hmm...
Mendengar mengajar privat, dia langsung bilang "Apa kamu tidak kasihan ijazahmu?".

Saya terhenyak sebentar.
Kok dia nanya begitu?
Apakah dia tidak tahu kalau saya sangat sangat sangat bahagia. Sekali lagi, sangat bahagia dengan pekerjaan ini.

Pernah lho saya kerja di pabrik, dua tahun. Tujuannya biar pernah saja bekerja yang nyambung dengan jurusan. Saya ada di bagian mekanik, mengecek peralatan prabrik yang kondisinya sudah mulai abnormal. Membuat rekomendasi dan menyerahkan ke bos untuk dilakukan pergantian part.

Tetapi...

Saya tidak nyaman.

Kondisi kerja sungguh menekan. Batin tersiksa, gaji juga ngepas. Untuk ukuran bujang itu tergolong oke, masih bisa nyimpan sejuta sebulan. Dengan catatan, makannya yang murah, tidak pakai nongkrong ataupun gadget freak.

Duh...
Kalau saya menikah, gawat ini. Gajinya tidak bakalan muat.



Akhirnya balik ke Bali

Dari awal saya memang tidak mau bekerja lama di pabrik, cukup dua tahun saja untuk pengalaman. Karena bosannya tidak ketulungan, saya pulang kampung.

Bali, here I come!!

Di sini saya mulai menekuni mengajar privat, seperti saat kuliah dulu. 
Yap..
Saya nyambi ngajar les demi uang tambahan.
Nominalnya lumayan lho, sampai tidak minta uang banyak ke rumah untuk bekal bulanan.

Ok, balik lagi saat sampai di Bali.
Karena baru pulang, jadi tidak tahu medan pertempuran. Stategi awalnya adalah ikut di lembaga les. Tidak lupa mencari lowongan di koran lokal untuk guru les.



Mulai diberi murid satu dua. 
Setelah itu, teman murid saya ingin les, saya langsung dapat muridnya dan tidak ke lembaga les.

Akhirnya nambah nambah dan nambah, semua murid ada di tangan sendiri tanpa perlu ikut lembaga les lagi.

Rutinitas ini dijalani sampai sekarang.
Iya, sampai detik ini lho.

Biasanya bekerja dari jam 3 sore sampai 9 malam kalau full, penghasilan sudah jauh lebih besar dibanding pabrik. Waktu bebas, mau libur kapan saja bisa, tidak ada yang memerintah, semua dilakukan sendiri.

Karena harus mengajar sore, paginya bisa mengambil kerjaan blog. Membuat artikel seperti ini, menyusun tulisan bertema pelajaran dan akhirnya mendapatkan penghasilan tambahan berkat kerjasama dengan Adsense.

Jadi...
Karena mau mengikuti kata hati, saya akhirnya berjumpa pekerjaan impian. Malah ada bonus bisa belajar blogging bahkan mencari celah duit sambilan.



Si teman tidak tahu itu

Sayangnya si teman ini tidak memahami perjalanan, rencana dan niat saya dalam bekerja. Yang ia tahu kalau bekerja harus sesuai jurusan, agar "tidak kasihan sama ijazahnya".
Titik!!

Kalau mau, saya bisa terus bekerja di pabrik demi "ijazah", atau mencari perusahaan besar lain guna meningkatkan gaji.

Tapi saya lebih suka bekerja sendiri.

Mengajar privatlah yang hati senangi. 

Jadi...
Saya fokus di sini, mempelajari materi-materi dengan baik agar bisa membantu siswa belajar dan mengerti pelajaran.

Bekerja sendiri membuat batin sangat puas, jauh dari tekanan bahkan semuanya terasa lebih ringan. Tidak ada ketergesa-gesaan bahkan dihantui rasa was-was.
Semuanya terasa lebih enak.

Bukankah kenyamanan yang kita cari di hidup ini?

Teman saya mungkin bangga bekerja sesuai jurusannya dan kepercayaan dirinya tinggi. Tetapi namanya bekerja di bawah bos apalagi dikerubuti beberapa orang, pasti ada kekurangannya. 

Belum diminta ini itu oleh atasan, diomongin rekan kerja, digosipin yang bukan-bukan, dijelek-jelekkan di belakang kita, ataupun lembur tanpa di bayar.
Tekanannya bisa tinggi.

Terus, apakah si teman salah bekerja dengan orang?
Tentu tidak.

Karena dia memilih dan menyukai pekerjaan itu, tidak ada yang salah. Ia mencoba menerapkan ilmu kuliahnya dan saya tetap mendukungnya. Saya katakan pekerjaannya sangat bagus dan kamu bisa membantu banyak orang.

Mendukung apapun pekerjaan teman

Sayapun tidak pernah memberikan komentar negatif terhadap pekerjaan teman yang melenceng dari jurusannya. Malahan didukung, agar ia semangat dan tidak down ketika bertemu teman kuliah lain yang berhasil bekerja sesuai jurusan.

Yang penting tidak merugikan orang lain dan bermanfaat bagi keluarga. Bisa menghasilkan pemasukan bulanan yang cukup menopang orang-orang tercinta.
Itu saja intinya.

Di saat lain, ada juga teman kuliah yang akhirnya harus stop bekerja demi merawat anak-anaknya. Atau ada teman yang tidak henti-hentinya mengeluhkan bosnya yang tidak mengerti  karyawannya.

Itulah cerita dunia kerja.

Hubungan anak buah dan bos yang ceritanya mirip dimana-mana. 



Menghindari konflik itu, saya menjauh. Mending bekerja sendiri dan bebas menentukan apa yang dimau tanpa recokan orang lain.

Bahkan saya sangat senang jika ada teman yang memilih membuka usaha atau mencari peluang pekerjaan selain sebagai karyawan. 
Kami bisa saling cerita tentang itu saat nongkrong.

Tidak lupa saling mendoakan agar lancar proyeknya dan bisa menghasilkan pemasukan yang baik. 

Coba tengok di sekitar...
Berapa banyak orang yang sukses secara finansial gegara bekerja tidak sesuai jurusan?
Banyak ternyata.

Mereka menghindari dunia karyawan demi membahagiakan hati lewat usaha sendiri. 

Jika dibaca di berita, ada orang lulusan kampus terkenal, bekerja di perusahaan besar memilih keluar dan menjadi petani atau peternak.

Ini keren sih...
Bisa membuat keputusan besar yang mampu menenangkan hatinya. Karena membangun usaha sendiri, malah bisa mempekerjakan beberapa orang. Kurang keren apalagi coba.

Jadi...
Kalau bertemu rekan kampus, saling dukung saja. Tidak perlu bilang "kasihan ijazahmu", hindari komentar seperti itu. Ada baiknya saling berbagi, siapa tahu kita dapat ide baru untuk usahanya.

Mengapa saya memilih les privat?

Saat pulang pertama kali ke Bali, bingung mau bekerja apa. Yang jelas menjauh dari bekerja sama orang. Tetapi karena tuntutan harus bekerja cepat, sayapun ikut di tempat les dulu. Di sini saya bekerja full time setahun lebih, sambil belajar lagi.

Banyak hal baru yang diperoleh.

Terus, ada tawaran menggiurkan dari teman untuk mengajar les privat seorang murid. Nominalnya besar sekali waktu itu.
Tanpa pikir panjang saya "oke".



Akhirnya, karena sudah ada pijakan kokoh, saya putuskan keluar dari tempat les dan memilih bekerja sendiri. Tumpahan murid mulai datang dari teman-teman sesama pengajar. Saya juga mencari agen guru les untuk mendapatkan murid.

Di agen ini saya hanya mendaftar dan diinfo jika ada murid. Jika ada, saya langsung ke rumah muridnya dan tidak perlu datang ke kantor. 
Lebih fleksibel sistemnya.

Satu satu murid bertambah dan akhirnya penuh.

Penghasilan per bulan bagus dan cukup bagi keluarga. 

Di sinilah kebahagian hadir dengan memilih bekerja tidak sesuai jurusan. Bagi saya, kebahagiaanlah yang paling utama karena membuat pikiran lebih kreatif dan bisa mencari ide bagaimana meningkatkan pemasukan.

Apakah saya rugi kuliah karena bekerja tidak sesuai jurusan?

Kuliah itu tidak ada ruginya lho. Banyak ilmu dan pengetahuan yang bisa diserap. Tidak hanya dalam pelajaran, tetapi ketrampilan dan kreativitas. Kita diajarkan bagaimana bisa hidup mandiri dan menyelesaikan permasalahan yang ada.

Ketrampilan ini sangat berguna ketika bekerja.

Entah apapun bidang yang dipilih.



Tidak ada yang salah bekerja di luar jurusan. Banyak kok mereka yang sukses membangun usaha dengan menyelami hobi. Mempraktekkan apa yang dipelajari saat kuliah, yaitu berusaha mencari solusi setiap masalah sehingga usahanya berjalan baik.

Saat belajar di kampus, tugas adalah keharusan. 

Nah, di sinilah kita belajar bagaimana mengerjakannya dengan baik. Jika terbiasa membuat tugas yang bagus, akan menjadi kebiasaan yang baik. Saat bekerjapun kita berusaha selalu memberikan yang terbaik demi mendapatkan hasil maksimal.


Tambah skill lain

Kemudian, manfaat selanjutnya yang saya peroleh ketika memilih mengajar privat adalah punya waktu lowong di pagi hari, mengingat sore baru mulai kerja. Pagi hari anak-anak masih sekolah, jadi sore baru bisa mengajar.

Lumayan kok waktu senggangnya.

Jadinya saya berusaha mengorek kesibukan lain.

Teringatlah kalau dari dulu sangat ingin menjadi penulis. Pernah jaman kuliah berusaha mengirim artikel ke koran dan untungnya ditolak.
Penolakan ini malah membakar semangat menulis.

Akhirnya ada platform blog, saya daftar di blogspot.
Gratis lagi.



Untuk membuat tulisan online di internet, tidak perlu melewati tim reviewer layaknya mengirim tulisan ke koran. Saat dirasa tulisannya cukup, langsung publish dan seketika berkelana di dunia maya. Mudah sekali.

Setiap hari rajin menulis, mengasah kemampuan merangkai kata dan akhirnya sudah punya beberapa blog yang online. 

Tidak lupa saya membuat blog khusus pelajaran, yaitu matematika. Saya kupas tuntas berbagai macam soal, pembahasan disertakan agar pembaca memahami penyelesaiannya.

Blog tersebut ramai dan saya berkesempatan mendapatkan penghasilan tambahan berkat iklan di dalamnya. 

Nah, ternyata banyak manfaat baik datang saat saya menekuni pekerjaan idaman, yaitu mengajar. Selain mendapatkan pemasukan menarik, ternyata dibukakan peluang lain mencari cuan dari kegiatan menulis.

Sungguh menyenangkan.

Saya tidak minder dibilang "kasihan ijazahmu"

Dan akhirnya sebagai kesimpulan, saya sama sekali tidak minder, ragu ataupun down saat dibilang "kasihan ijazahmu".

Ijazah saya baik-baik saja, masih tersimpan rapi di file. Bahkan dilaminating agar awet.

Berkat proses pencarian ijazah ini, saat kuliah di Jogja, saya menemukan pekerjaan impian yang membuat hati senang dan bahagia. Itulah pekerjaan yang diidamkan. Pekerjaan yang membuat hati tentram dan nyaman.



Bagi saya, ijazah adalalah penuntun perjalanan hidup. Saat mencarinya bisa saja bertemu hal yang kita inginkan walaupun tidak berhubungan dengannya. Dan tidak ada salahnya jika menekuni dunia yang berlainan dengan jurusan.

Yang penting tidak merugikan orang lain, tidak melanggar norma yang berlaku, bisa menyejahterakan keluarga bahkan membantu orang lain. 

Senang sekali rasanya melihat senyum puas anak didik berhasil mengerti pelajaran dan akhirnya mendapatkan nilai bagus.
Itulah kebahagian tambahan mengajar les privat.


Baca juga ya :

2 comments for ""Kasihan Ijazahmu", Coloteh Teman Saat Saya Bekerja Tidak Sesuai Jurusan"

  1. saya suka kalimat "apakah dia tidak tau saya bahagia". Emg netijen selalu ngukur orang berdasarkan ukuran baju dia ya Bli

    ReplyDelete
    Replies
    1. benar banget itu bang... memang saya tidak mau lagi kerja sama orang, karena ingin bebas dan tidak diatur-atur...😁

      Delete