Saat Jahil Panasnya Matahari Gagal Melunturkan Semangat Ibu-Iu Ini Bekerja

Bekerja itu sudah menjadi kewajiban, apalagi yang sudah berkeluarga. Pengeluaran banyak, uang harus tetap ada.
Ya uang, sangat penting.

Mau beli ini itu pakai duit. Karena itu, bekerja sangat penting demi menopang kebutuhan di rumah yang semakin kompleks.



Besarnya upah beda-beda.
Tergantung dari pekerjaan yang dilakukan.

Di rumah tangga, yang bertugas mencari nafkah memang suami. Tetapi karena keadaan, istripun ikut terjun mencari tambahan.
Walau digempur rutinitas rumah yang tiada akhir, mereka tetap semangat mencari rejeki.

Nah, kali ini saya akan menilik bagaimana  semangat ibu-ibu bekerja demi membantu suaminya mendapatkan uang tambahan.

Tambahan uang semakin melegakan keuangan mereka.
Betul kan?

Semangat yang tidak luntur

Jam 5 pagi, saat orang lain masih mimpi indah, ibu-ibu ini sudah merayap bangun dari tempat tidur dan langsung beraksi di dapur.

Makanan harus siap sebelum jam setengah 7.

Anak-anak yang akan berangkat sekolah mesti mendapatkan sarapan sehat demi memancing tenaga keluar agar bisa belajar dengan baik.

Makanan ini juga yang dibawa ke tempat kerja sebagai penambal lapar di saat siang.
Sibuk kan?

Jadi, mereka bersiap lebih awal.
  • Menyiapkan makanan bagi anak sekolah
  • Makanan dibawa untuk bekal makan siang saat bekerja


Setelah anak-anak berangkat, ibu ini dan suaminya bergegas ke tempat kerja yang memakan waktu perjalanan 30 menit.

Greenngg...

Setiap jam setengah 8 pagi, suara motornya sudah memanggil-manggil ketika lewat di samping rumah.
Sudah hafal betul dengan raungannya.

Setelah mengenakan pakaian kerjanya, mereka langsung beraksi menuntaskan pekerjaan yang belum beres.

Ada dua sampai empat pasangan suami istri yang melakukan hal sama di tempat itu.
  • Para istri dengan sigap menyiapkan luluh pasir semen bagi para suami yang membangun tembok dari batako.
  • Pekerjaan sebagai tukang sudah dijalani dari dulu dan mereka sangat cekatan.

Mendekati pukul 11, sinar matahari semakin galak, ia menyengat dan mencubit kulit dengan garangnya.

Namun ibu-ibu ini tidak merasakannya.

Kobaran semangat bekerja demi mendapatkan uang untuk keluarganya jauh lebih galak.
Mataharipun menyerah.

Hampir sepanjang hari mereka bekerja di bawah guyuran sinar matahari, tapi selama itu pula semangat mereka menjadi tameng penghalau.
Sungguh petarung yang luar biasa.

Peluh yang bercucuran diganti tegukan air dan energi yang menguap ditambal suapan makanan yang dibuat tadi pagi.

Tak jarang saya bertandang ke sana, mengobrol, saling melempar berita dan cerita. Kebetulan mereka membangun rumah baru di dekat saya tinggal.
Kalau saya senggang, pasti main ke sana.

Namanya juga ibu-ibu..
Sekali mendapatkan kesempatan melontarkan cerita, teruslah keluar dan keluar lagi.

Dari sinilah saya mendapatkan bocoran bagaimana aktivitas mereka dari pagi sampai sore.
Benar-benar padat jadwalnya.

Memang bayaran yang diterima tidak sebanyak para suami, tapi lembaran-lembaran rupiah yang terkumpul sanggup membuat keuangan mereka lebih lega.

Jaman sekarang kebutuhan semakin banyak.

Kalau hanya mengandalkan suami, bakal kewalahan. Mau tak mau mereka ikut terjun dan menyambut rejeki.

Pantang mundur

Mereka akan mundur dan menyerah bekerja jika jam kerja sudah selesai. Jika belum, semen dan pasir tidak mendapatkan kesempatan menghela nafas.

Sekop demi sekop, ember demi ember, adonan luluh ini dikirim kepada para tukang.
Terus mengalir dengan lancar.

Ketika luluh sudah cukup, mereka tidak nyantai lho.

Sekarang giliran menjemput batako untuk diambil dari tempat penampungan dan dikirim ke dekat tukangnya, para suami mereka sendiri.

Kerja samanya begitu apik.
Pergerakan mereka seperti orkestra musik yang berjalan tanpa konduktor. Tanpa ada perintah, mereka bergerak mengatur iramanya sendiri.



Satu demi satu batako tertumpuk dan perlahan tembok merangkak lebih tinggi dan tinggi lagi.
Kalau dibuatkan "time lapse" pasti keren hasilnya.

Itulah yang mereka lakukan setiap hari dan absen hanya pada hari minggu. Sungguh perjuangan yang melelahkan.

Istirahat sehari, cukup membuat semangat kembali membara selama 6 hari ke depan untuk bercengkrama dengan semen, pasir serta batako.

Bagi mereka, ini adalah peluang terbaik demi mengumpulkan uang.

Bermodalkan kobaran semangat dan tenaga, uang bisa diraih.
Semakin giat bekerja, tabungan semakin baik dan kesejahteraan bertambah.

Jadi, ibu-ibu ini aktivitasnya:
  • Menyiapkan luluh bagi tukang
  • Ikut mengikat besi untuk struktur
  • Membawa bahan-bahan ke dekat tukang
  • Menyiapkan kopi bagi yang lain
Bisa dicontoh

Gelontoran semangat bekerja yang super militan dari ibu-ibu itu sangat cocok saya tuliskan di sini.
Untuk sharing saja. 

Ada beberapa hal yang bisa dipetik dari cerita ini:
  • Kita bisa meniru semangat kerja mereka dan mendapatkan uang yang diperoleh dengan kerja keras.
  • Tidak ada kata menyerah demi keluarga agar kebutuhan cukup
  • Siap bergelut dengan panas matahari dan tantangan yang lain.
  • Jika ingin sesuatu, kita harus berusaha.
Ibu-ibu ini mengajarkan bagaimana caranya mencari rejeki sesuai aturan dan norma.
Mereka bekerja keras dan memeras keringat sendiri. Selama tenaga masih kuat, mereka terus bekerja tanpa lelah.

Jika anda merasa capai, semangat luntur, bosan dengan rutinitas, cobalah baca cerita ini. Siapa tahu mampu menghadirkan semangat yang memancing gairah kembali membuncah.


Baca juga ya :

Post a Comment for "Saat Jahil Panasnya Matahari Gagal Melunturkan Semangat Ibu-Iu Ini Bekerja"